Kelarutan sebagai Fungsi Suhu

Penty Cahyani, Triana Rahayu

Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang

Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia Kode Pos 50229

Vicha.arhin@yahoo.com, 087728117272

Abstract

This experiment was conducted to determine the extent of the effect of temperature on the solubility determination using oxalic acid with varying temperatures to obtain the solubility as a function of temperature . This is based on the principle of trial by shifting the equilibrium between the reacting substances and the results . 250 ml of oxalic acid is heated until the temperature exceeds 60 degrees Celsius . Then the temperature is lowered to 40 , 30 , 25 , 20 , and 10 degrees celsius . Each temperature of 40 , 30 , 25 , 20 , and 10 degrees celsius , oxalic acid is titrated with 0.2 N sodium hydroxide and sodium hydroxide 0.5 N twice to determine solubility. Titration is completed when a solution of oxalic acid which has given Phenophtalein indicator changes color to pink . The experimental results showed that the higher the temperature of oxalic acid , the greater the solubility and the greater the concentration of sodium hydroxide is used as the titrant , the greater the solubility of oxalic acid . From the experimental results it can be concluded that when the temperature is raised then the solubility will increase and the equilibrium shifts . But when the temperature is lowered the solubility will be smaller and accompanied by a shift in equilibrium . Hot Price dissolution ( ΔH ) for oxalic acid with 0.2 N NaOH was at 72997.49 J / mol . While the dissolution of the heat value ( ΔH ) at 0.2 N NaOH was at 80448.72 J / mol . Hot Price dissolution can also be determined by the method of linear regression graph with 1 / T versus ln s .

Keywords : NaOH ; Oxalic Acid ; solubility ; temperature ;

Abstrak

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh suhu pada penentuan kelarutan yaitu menggunakan asam oksalat dengan suhu yang bervariasi sehingga didapatkan kelarutan sebagai fungsi suhu. Prinsip dari percobaan ini didasari oleh pergeseran kesetimbangan antara zat yang bereaksi dan hasilnya. Asam oksalat sebanyak 250 ml dipanaskan sampai suhunya melebihi 60 derajat celsius. Kemudian diturunkan sampai suhu 40, 30, 25, 20, dan 10 derajat celsius. Setiap suhu 40, 30, 25, 20, dan 10 derajat celsius, asam oksalat dititrasi dengan natrium hidroksida 0,2 N dan natrium hidroksida 0,5 N sebanyak dua kali untuk mengetahui kelarutannya. Titrasi selesai ketika larutan asam oksalat yang telah diberi indikator Phenophtalein berubah warna menjadi merah muda. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu asam oksalat maka semakin besar pula kelarutannya dan semakin besar konsentrasi natrium hidroksida yang digunakan sebagai penitrasi maka semakin besar juga kelarutan asam oksalat. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa bila suhu dinaikkan maka kelarutan akan bertambah dan kesetimbangan bergeser. Tetapi bila suhu diturunkan maka kelarutan akan semakin kecil dan disertai oleh pergeseran kesetimbangan. Harga panas pelarutan ( ) untuk asam oksalat dengan NaOH 0,2 N adalah sebesar 72997,49 J/mol. Sedangkan nilai panas pelarutan ( ) pada saat NaOH 0,2 N adalah sebesar 80448,72 J/mol. Harga panas pelarutan dapat pula ditentukan dengan regresi linier yaitu metode grafik dengan 1/T versus ln s.

Kata kunci : Asam oksalat; Kelarutan; NaOH; Suhu;

Pendahuluan

Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak larut  (Atkins, 1994).

Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah banyaknya suatu zat dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi, bila batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi,  akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan (Sukardjo, 1997).

Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent.Solute adalah substansi yang melarutkan.Contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memilki Sembilan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cair dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas (Sukardjo, 1997).

Jika kelarutan suhu  suatu sistem kimia dalam keseimbangan dengan padatan, cairan atau gas yang lain pada suhu tertentu maka larutan disebut jenuh. Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutnya sudah mencapai maksimal sehingga penambahan solut lebih lanjut tidak dapat larut. Konsentrasi solut dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solut padat maka larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul-molekul ion dari fase cair yang mengkristal menjadi fase padat (sukardjo, 1997).

Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh atau larutan yang partikel – partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi.

Larutan sangat jenuh, yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute dari pada yang diperlukan untuk larutan jenuh atau dengan kata lain larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan didalam larutan. Suatu larutan jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu dinaikan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikan (syukri,1999).

Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan antara molekul zat yang larut dan yang tidak larut.keseimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut :

                                                  A(p)           A(l)

Dimana :

A (l) : molekul zat terlarut

A (p) : molekul zat yang tidak larut

Tetapan kesimbangan proses pelarutan tersebut :

                                    K =

Dimana :

az : keaktifan zat yang larut

az : keaktifan zat yang tidak larut, yang mengambil harga satu untuk zat padat dalam  keadaan standar

yz : koefisien keaktifan zat yang larut

mz : kemolalan zat yang larut yang karena larutan jenuh disebut kelarutan

(Tim Kimia Fisika, 2011)

Hubungan antara keseimbangan tetap dan temperature subsolut atau kelarutan dengan temperature dirumuskan van’t hoff : 

 =

 =

ln s =

log s = 

atau ln  =

Dimana : 

ΔH = panas pelarutan zat per mol (kal/g mol)

R = konstanta gas ideal (1,987 kal/g mol K) 

T = suhu (K) 

s = kelarutan per 1000 gr solut

Panas pelarutan yang dihitung ini adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan dilarutkan dalam larutan yang sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini berbeda dengan panas pelarutan untuk larutan encer yang biasa terdapat dalam table panas pelarutan. Pada umumnya panas pelarutan bernilai (+), sehingga menurut van’t hoff kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut (panas pelarutan (+)) = endotermis. Sedangkan untuk zat – zat yang panas pelarutannya (-) adalh eksotermis. Kenaikan suhu akan menurunkan jumlah zat yang terlarut (Tim Kimia Fisika, 2011).

Proses apa saja yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam arah yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan berlangsung dengan laju dalam proses pengkristalan berlangsung dengan laju yang sama dengan kesetimbangan maka perubahan energy netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan menyerap kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebih disukai. Segera setelah sushu dinaikkan tidak berada pada kesetimbangan karena ada lagi zat yang melarut. Suatu zat yang menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada suhu tinggi (Kleinfelter, 1996).

Kelarutan zat menurut suhu sangat berbeda – beda. Pada suhu tertentu larutan jenuh yang bersentuhan dengan zat terlarut yang tidak larut dalam larutan itu adalh sebuah contoh mengenai kesetimbangan dinamik. Karena dihadapkan dengan sistem kesetimbangn, dapat menggunakan prinsip le chatelier. Untuk menganalisis bagaimana gangguan itu pada sistem akan mempengaruhi kedudukan kesetimbangan. Gangguan ini antara lain perubahan pada suhu ini cenderung menggeser kesetimbangan kea rah penyerap kalor.

Jike pelarut dari zat terlarut lebih banyak merupakan peristiwa endoterm, seperti dinyatakan dalam persamaan :

Kalor + zat terlarut + larutan (l1)                     larutan (l2)

Dengan larutan (l2) lebih pekat daripada larutan(l1) maka kenaikan suhu akan meningkatkan kelarutan. Dengan kata lain, kesetimbangan bergeser ke kanan karena meningkatnya suhu. Untuk kebanyakan padatan dan cairan yang dilakukan dalam pelarut cairan, biasaarutannya kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu.

Untuk gas, pembentukan larutan dalam cairan  hapir selalu eksoterm, sehingga ketimbangan dapat dinyatakan dengan :

Gas + larutan (1)                     larutan (2) + kalor

Untuk kesetimabngan ini, peningkatan suhu malah akan mengusir gas dan larutan sebeb pergeseran ini ke kiri adalah endoterm. Karena itu gas hamppir selalu menjadi kurang larut dalam cairan jika suhunya dinaikkan (Atkins, 1994)

Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan dengan o dengan persamaan :  p =   yang disebut persamaan Van’t Hoff. Pada reaksi endoterm konstanta kesetimbangan akan naik seiring dengan naiknya termperatur. Pada reaksi eksoterm konstanta kesetimbangan akan turun dengan naiknya temperature (Robert A Alberty Silbey, 1996).

Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat tidak larut. Dalam kesetimbangan ini, kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap. Artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu sama.

Tujuan yang digarapkan dari percobaan ini adalah dapat memahami apa yang dimaksud larutan jenuh, dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap kelarutan asam oksalat dan dapat menentukan harga kelarutan asam oksalat pada berbagai suhu, kemudian dari harga kelarutan tersebut dapat dihitung panas pelarutan asam oksalat.

Metode

Metode dari percobaann ini adalah menghitung konsentrasi atau kelarutan asam oksalat dalam berbagai suhu dengan titrasi alkalimetri. Penitrasi yang digunakan adalah NaOH 0,2 N dan NaOH 0,5 N. Bahan lain yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquades, indikator PP, dan es batu. Alat yang digunakan adalah labu takar 250 ml sebanyak 3 buah, labu takar 100 ml sebanyak 4 buah, termometer 100 derajat celsius sebanyak 1 buah, pipet volume sebanyak 1 buah, pipet tetes, corong, buret, statif, penangas air, pengaduk, erlenmeyer 150 ml sebanyak 2 buah, tabung reaksi diameter 5 cm 1 buah, labu takar 600 ml 1 buah dan baskom atau wadah besar 1 buah.

Dibuat asam oksalat jenuh 250 ml. Asam oksalat padat sebanyak 5,0428 gram dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Diencerkan dengan 150 ml aquades, dikocok sampai homogen dan ditambah aquades sampai tanda batas 250 ml. Larutan asam oksalat dipanaskan dalam penangas air sampai suhu lebih dari 600 C. Disiapkan wadah besar berisi air ledeng dan ditambahkan es batu sampai suhu rendah. Larutan asam oksalat panas dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar yang diselimuti gelas ukur 600 ml. Dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan air dingin untuk didinginkan atau diturunkan suhunya. Larutan asam oksalat panas diturunkan suhunya sampai 40, 30, 25, 20, dan 100 C. Saat mencapai suhu 400 C, larutan asam oksalat dipipet 25 ml ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai 100 ml. Dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Diencerkan sampai sepertiga erlenmeyer. Ditetesi indikator PP dan dititrasi  oleh larutan NaOH. Titrasi pertama dilakukan dengan NaOH 0,2 N sampai warna larutan berubah menjadi merah muda. Volume NaOH 0,2 N yang terpakai selama titrasi dicatat dalam tabel data pengamatan. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali. Titrasi kedua dilakukan dengan NaOH 0,5 N sampai warna larutan merah muda. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali. Volume NaOH 0,5 N yang terpakai selama titrasi dicatat dalam tabel data pengamatan. Prosedur kerja pada saat suhu mencapai 30, 25, 20, dan 100 C sama dengan prosedur yang dilakukan saat suhu mencapai 400 C.

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data sebanyak 16 data, delapan data dari titrasi dengan NaOH 0,2 N dan delapan data dari NaOH 0,5 N. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode grafik atau analisis kualitatif dan metode analisis kuantitatif atau perhitungan.

Hasil Dan Pembahasan                                                

Suatu larutan jenuh merupakan keseimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik. Pengaruh kenaikkan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang lainnya.

Percobaan ini memiliki tujuan agar dapat menentukan pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat dan menghitung panas pelarutannya. Zat yang digunakan pada praktikum ini adalah asam oksalat. Digunakan asam oksalat karena kelarutannya sangat sensitive terhadap suhu sehingga dengan berubahnya suhu, kelarutan asam oksalat juga akan berubah selain itu asam oksalat memiliki kelarutan yang kecil bila dilarutkan dalam air.

Kelarutan sebagai fungsi suhu yaitu banyaknya zat terlarut maksimum dalam suatu pelarut tertentu yang dipengaruhi oleh perubahan suhu sampai larutan menjadi jenuh. Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat berbeda – beda antara satu dengan lainnya. Tetapi pada umumnya pengaruh suhu pada kelarutan zat cair semakin tinggi maka kelarutan semakin besar dan sebaliknya. Hal itu disebabkan karena proses pembentukan larutannya bersifat endoterm.

Prinsip percobaan pada praktikum kali ini adalah menentukan panas pelarutan dari asam oksalat. Asam okslat merupakan asam dikarboksilat dengan rumus kimia H2C2O4, padatan kristal tak berwarna dan bersifat racun. Pertama-tama dilkukan pengenceran pada asam oksalat, kemudian dinaikkan suhunya hingga 60oC sebelum H2C2O4 dititrasi dengan NaOH 0,2 N dan NaOH 0,5 N, terlebih dahulu suhu diturunkan hingga mencapai 40, 30, 25, 20,10oC. Kemudian kedalam larutan ditambahkan indikator PP. Indikator PP merupakan senyawa organik yang mempunyai rumus molekul C2OH14O4. Setelah itu dapat di hitung volume NaOH. Mol NaOH merupakan hasil kali antara konsentrasi dengan volume NaOH yang dibutuhkan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu temperatur, kebanyakan garam anorganik akan meningkatkan kelarutannya jika mengalami atau diberi sutau kenaikan temperatur.

                 Pemilihan pelarut, kebanyakan garam anorganik juga lebih cepat larut didalam pelarut air dari pada didalam pelarut organik. Air mempunyai momen dipol yang lebih besar dan ditarik ke kation dan anion untuk membentuk ion – ion hidrat. Ion hidrogen dalam air akan terhidrasi lengkap sampai suatu tingkat dalam larutan air, dan energi yang dilepaskan oleh interaksi ion – ion dengan pelarut akan mengatasi gaya tarik menarik yang cenderung untuk menahan kisi – kisi ion dalam kristalin padat.

                 Efek ion sekutu, sebuah endapan secara umum akan lebih larut dalam air murni dibandingkan didalam subuah larutan yang mengandung satu dari ion –ion endapan (efek ion – ion sekutu). Dalam sebuah larutan perak klorida, sebagai contoh dari konsentrasi ion perak dan ion klorida tidak dapat melebihi nilai tetapan kelarutan produk. Dengan hadirnya ion sekutu yang berlebihan, kelarutan dari sebuah endapan bisa jadi lebih besar dari pada nilai yang telah diperkirakan melalui tetapan kelarutan produk.

                 Efek aktifitas, endapan menunjukan peningkatan kelarutan dalam larutan. Larutan yang mengandung ion – ion dari endapan.Efek aktifitas tidak menimbulkan permasalahan.

                 Efek pH, kelarutan dari garam sebuah asam lemah bergantung pada pH larutan tersebut. Beberapa contoh dari garam – garam tersebut yang lebih penting dari kimia analitis adalah oksalat dan lain – lain. Ion hidrogen bergabung dengan anion dari garam untuk membentuk asam lemah, sehingga peningkatan kelarutan dari garam.

Tabel 1. Data Pengamatan Titrasi dengan NaOH 0,5 N

No.

Suhu Asam Oksalat (0C)

V1 NaOH (ml)

V2 NaOH (ml)

V rata-rata (ml)

S (Kelarutan Asam oksalat)

 

1.

40

6,55

6,59

6,57

3,285 M

2.

30

6,02

6,05

6,035

3,018 M

3.

25

5,27

5,24

5,255

2,628 M

4.

20

4,52

4,49

4,505

2,252 M

5.

10

3,02

3,05

3,035

1,518 M

Tabel 2. Data Pengamatan Titrasi dengan NaOH 0,2 N

No.

Suhu Asam Oksalat (0C)

V1 NaOH (ml)

V2 NaOH (ml)

V rata-rata (ml)

S (Kelarutan Asam oksalat)

 

1.

40

6,15

6,11

6,13

1,226 M

2.

30

6,02

6,06

6,04

1,208 M

3.

25

5,41

5,40

5,405

1,09 M

4.

20

3,91

3,90

3,95

0,79 M

5.

10

2,82

2,85

2,835

0,567 M

Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan nilai kelarutan asam oksalat pada suhu tertentu, nilai entalpi, dan panas pelarutan asam oksalat dengan metode perhitungan. Nilai kelarutan asam oksalat diperoleh dengan menggunakan persamaan :

V1 x N1 = V2 x N2

Dimana V1      : Volume NaOH

            N1       : Normalitas NaOH

            V2       : Volume Asam oksalat

            N2       : Normalitas Asam oksalat

Tabel 3. Data Hasil Analisis Nilai Entalpi

No.

Suhu Asam Oksalat (0C)

     
 

1.

40 – 30

1166,99 J/mol

6684,46 J/mol

 

2.

30 – 25

15434,38 J/mol

20774,25 J/mol

 

3.

25 – 20

46733,9 J/mol

22422,14 J/mol

 

4.

20 – 10

228654,65 J/mol

271914,01 J/mol

 

6.

 

72997,49 J/mol

80448,72 J/mol

 

Data  untuk setiap penurunan suhu diperoleh dari persamaan Van’t Hoff yaitu :

Dimana                     : Kelarutan Asam oksalat pada suhu ke-2

                     : Kelarutan Asam oksalat pada suhu ke-1

                   : Entalpi

                      : Tetapan Gas ideal = 8,314 J/mol

Dari hasil analisis data dengan metode perhitungan dapat ditentukan bahwa nilai panas pelarutan ( ) pada saat NaOH 0,2 N adalah sebesar 72997,49 J/mol. Sedangkan nilai panas pelarutan ( ) pada saat NaOH 0,5 N adalah sebesar 80448,72 J/mol. Kedua entalpi berharga positif karena reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm.

            Nilai panas pelarutan ( ) dapat ditentukan pula melalui metode regresi linier yaitu metodr grafik dengan grafik fungsi 1/T VS ln s.

Tabel 4. Data untuk Persamaan Grafik 1 (NaOH 0,2 N)

No.

Suhu Asam Oksalat (T)

1/T

S (Kelarutan Asam oksalat)

Ln s

     

1.

313

0,00319

1,226 M

0,2038

2.

303

0,00330

1,208 M

0,1889

3.

298

0,00336

1,09 M

0,0862

4.

293

0,00341

0,79 M

-0,2357

5.

283

0,00353

0,567 M

-0,5674

 

Gambar 1. Grafik ln s Vs 1/T

Tabel 5. Data untuk Persamaan Grafik 2 (NaOH 0,5 N)

No.

Suhu Asam Oksalat (T)

1/T

S (Kelarutan Asam oksalat)

Ln s

     

1.

313

0,00319

3,285 M

1,1894

2.

303

0,00330

3,018 M

1,1046

3.

298

0,00336

2,628 M

0,9662

4.

293

0,00341

2,252 M

0,8118

5.

283

0,00353

1,518 M

0,4174

 

Gambar 2. Grafik ln s Vs 1/T

 

Reaksi pada saat terjadi kesetimbangan asam oksalat dalam aquades adalah :

H2C2O4(S) + H2O(l)                               H2C2O4 (aq)

Untuk larutan jenuh, setelah terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak larut maka dalam kesetimbangan tersebut kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap yang artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Pada saat pembuatan larutan jenuh yang perlu diperhatikan adalah larutan jangan sampai lewat jenuh, sehingga endapan yang dihasilkan tidak terlalu banyak. Tetapi apabila kesetimbangan diganggu misalnya dengan cara suhunya dirubah, maka konsentrasi larutan akan berubah.

Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa apabila kelarutan semakin rendah maka volume NaOH yang diperlukan juga semakin kecil. Besarnya kelarutan dipengaruhi oleh faktor  yaitu : jenis pelarut dan zat terlarut : bila zat pelarut sesuai dengan zat terlarut maka kelarutannya semakin besar, pengadukan : semakin besar frekuensi pengadukan maka semakin banyak zat yang terlarut, dan temperatur : semakin tinggi temperatur maka akan semakin besar kelarutannya.

Aplikasi kelarutan sebagai fungsi suhu banyak dimanfaatkan dalam bidang industri. Perbedaan kelarutan dengan suhu yang berlainan ini dapat dimanfaatkan untuk memurnikan zat dari kotoran – kotoran hasil samping suatu reaksi dengan cara rekristalisasi bertingkat. Pada cara ini zat yang masih bercampur dengan pengotor dilarutkan dalam sedikit pelarut panas, dimana pengotor lebih mudah larut daripada zat yang akan dimurnikan. Setelah larutan dingin kotoran akan tertinggal dalam larutan zat murni akan memisah sebagai endapan. Kristal murni yang dihasilkan lalu disaring dan dikeringkan.

Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilaksanakan dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu pertama larutan jenuh merupakan suatu larutan sudah tidak dapat melarutkan lagi zat terlarutnya. Kedua, semakin tinggi suhu maka semakin besar kelarutan suatu zat. Ketiga, kelarutan asam oksalat dalam aquades pada berbagai suhu adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Data Kelarutan Asam Oksalat dalam berbagai Suhu (NaOH 0,5 N)

No.

Suhu Asam Oksalat (0C)

S (Kelarutan Asam oksalat)

 

1.

40

3,285 M

2.

30

3,018 M

3.

25

2,628 M

4.

20

2,252 M

5.

10

1,518 M

Tabel 7. Data Kelarutan Asam Oksalat dalam berbagai Suhu (NaOH 0,2 N)

No.

Suhu Asam Oksalat (0C)

S (Kelarutan Asam oksalat)

 

1.

40

1,226 M

2.

30

1,208 M

3.

25

1,09 M

4.

20

0,79 M

5.

10

0,567 M

Kesimpulan yang terakhir yaitu harga panas pelarutan asam oksalat dapat ditentukan melalui metode perhitungan atau metode grafik. Dalam percobaan ini harga panas pelarutan asam oksalat diperoleh dari persamaan Van’s Hoff yaitu sebesar 72997,49 J/mol untuk titrasi dengan NaOH 0,2 N dan sebesar 80448,72 J/mol untuk titrasi dengan NaOH 0,5 N.

Daftar Pustaka

Alberty, Robert A and Robert J.Silbey. 1996. Physical Chemistry 2nd edition. USA: John Wiley and sons inc.

Atkins, PW. 1999. Kimia Fsika Jilid II. Jakarta: Elangga

Dogra, S.K. 1984. Kimia Fisika dan Soal – Soal. Jakarta : UI – Press.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung : ITB.

Sukardjo, Pr. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta : Rineka Cipta.

Kleinfelter, Keenan. 1996. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga

Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : Laboratorium Kimia Universitas Negeri Semarang